Inisiatif Rendah & Tinggi
Secara naluri, kita menyukai
orang-orang yang punya inisiatif. Atasan menyukai bawahan yang punya
inisiatif. Bawahan menyukai atasan yang banyak inisiatif. Kita menyukai rekan kerja yang
punya inisiatif. Apa itu inisiatif? Kalau melihat konsep pengembangan kompetensi,
ternyata inisiatif itu termasuk kompetensi mental (Soft Competency).
Artinya, ia bukan bawaan. Ia adalah kemampuan tertentu yang dikembangkan
seseorang. Setiap orang punya skala / tingkatan inisiatif yang berbeda-beda,
tergantung bagaimana orang itu mengembangkannya.
Dalam manajemen, inisiatif
sering diterjemahkan dengan ketanggapan seseorang terhadap pekerjaan.
Ketanggapan adalah kemampuan seseorang untuk bertindak melebihi yang
dibutuhkan atau yang dituntut dari pekerjaan. Ketanggapan adalah kemampuan
seseorang dalam melakukan sesuatu tanpa menunggu perintah lebih dahulu. Ini
semua dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan hasil
pekerjaan, untuk menciptakan peluang baru atau untuk menghindari timbulnya
masalah yang (mungkin ) akan muncul.
Secara umum bisa dijelaskan di
sini bahwa skala inisiatif seseorang itu bisa dikelompokkan menjadi tiga
berikut:
Skala bawah adalah orang-orang yang model
kerjanya menunggu perintah dari atasan atau hanya sebatas memenuhi job desk
secara minimalis. Misalnya saja kita diterima sebagai receptionist tapi
yang kita lakukan hanya sebatas mencatat telepon keluar-masuk. Ciri lainnya
adalah orang yang model kerjanya butuh pengawasan serius dan terus-menerus.
Jika pengawasan tidak ada pasti akan ada penyimpangan atau pelanggaran.
Skala menengah adalah
orang-orang yang sudah bisa / mau melakukan sesuatu melebihi dari yang
diwajibkan bahkan bisa melakukan sesuatu sampai ke level yang diharapkan. Anda
tidak sekedar menjalankan apa yang wajib dan apa yang dilarang, melainkan sudah
bisa dan mau memberikan sesuatu yang punya nilai plus bagi organisasi atau
kantor. Anda tidak sekedar mencatat telepon keluar-masuk, melainkan sudah
belajar meningkatkan kemampuan customer service, kemampuan
berkomunikasi, dan seterusnya.
Skala
tinggi adalah orang-orang yang sudah bisa menciptakan peluang
dan sudah bisa mengantisipasi ancaman untuk jangka panjang. Biasanya, kalau
dikaitkan dengan aturan manajemen, ini dimiliki oleh orang-orang yang sudah
diberi tanggung jawab, kebebasan, dan kemandirian dalam mengambil keputusan,
misalnya saja: kepala divisi, kepala cabang, kepala tim, manajer, direktur
operasional, dan lain-lain.
"Empat ciri
orang yang punya inisiatif bagus: a) gigih dalam memperjuangkan sesuatu, b)
mengkalkulasi peluang, c) berusaha melebihi dari yang ditugaskan, dan d)
antisipasi terhadap masalah atau persiapan menyambut peluang."
(Spencer)
Tidak Berdiri Sendiri
Dalam prakteknya, kemampuan
inisiatif ini ternyata tidak berdiri sendiri. Ia terkait dengan kemampuan lain.
Artinya, tidak ada orang yang punya inisiatif hanya karena punya inisiatif. Ia punya
inisiatif karena memiliki kemampuan lain yang mendukung inisiatif itu. Apa saja
kemampuan yang mendukung itu? Beberapa kemampuan yang mendukung itu
adalah:
Pertama,
motivasi atau dorongan untuk maju. Ini adalah
yang paling mendasar. Motivasi adalah sumber utama inisiatif. Semakin tinggi
motivasi seseorang berarti semakin bagus inisiatifnya. Apa ukuran motivasi yang
tinggi itu? Ukurannya adalah ketika dorongan itu muncul dari dalam dirinya atau
atas kesadarannya. Dorongan itulah yang membuat seseorang tidak
mudah merasa "puas" dengan apa yang ada (searcing for
excellence).
Kedua, informasi, pengetahuan, dan
keahlian. Ini sebetulnya pendukung dari yang pertama. Kalau dilihat
dari fungsinya, ada dua fungsi yang dimainkan oleh informasi, pengetahuan dan
keahlian itu. Kedua fungsi itu adalah memunculkan inisiatif dan
memperbaiki hasil inisiatif. Inisiatif itu bukan sekedar punya gagasan, melainkan
apakah gagasan itu menambah nilai plus atau tidak. Nilai plus ini hanya bisa
diwujudkan apabila seseorang memiliki informasi, pengetahuan dan keahlian yang
relevan.
Ketiga, perhatian terhadap tugas (concern for order).
Salah satu ciri utama dari perhatian seseorang terhadap tugasnya adalah
mengetahui batas peranannya di posisi tertentu. Perhatian ini menjadi penting
karena yang namanya inisiatif itu bukan sekedar memunculkan gagasan yang
"semau gue", melainkankan juga perlu melihat wilayah peranan tertentu
dalam kaitannya dengan aturan organisasi secara menyeluruh. Jadi, untuk konteks
dunia kerja, semakin tinggi perhatian seseorang terhadap tugasnya,
berarti (kira-kira) semakin benarlah arah inisiatifnya.
Keempat, jaringan. Semakin luas jaringan seseorang,
kira-kira akan semakin banyak inisiatifnya dan akan semakin bagus kualitas
inisiatifnya. Jaringan di sini bisa dibagi menjadi dua, yaitu: a)
jaringan internal (orang-orang yang se-kantor) dan b) jaringan eksternal (orang
luar). Kenapa jaringan ini penting? Untuk memunculkan inisiatif di tempat kerja
terkadang harus melibatkan orang lain, entah itu atasan, sesasama, atau
bawahan. Bahkan terkadang juga perlu melibatkan pihak luar. Jika kita
lemah di sini, inisiatif kita sangat berpotensi gagal di lapangan.
Kelima, dukungan dari manajemen.
Manajemen yang "terlalu" menjaga wibawa atau yang terlalu
"menakutkan" biasanya sulit diharapkan dapat menggali
inisiatif-inisiatif cemerlang dari orang-orang dalam yang sudah ada. Malah
terkadang lebih cenderung "membeli" inisiatif dari luar yang belum
tentu cocok ketika diterapkan di dalam. Begitu juga manajemen yang
memberikan kebebasan tanpa dasar yang jelas. Misalnya saja tidak jelas
peranan masing-masing orang. Inisiatif yang muncul biasanya inisiatif yang liar
atau inisiatif untuk kepentingan pribadi-pribadi.
Jadi, sejauh kita berada di
ruang lingkup organisasi kerja, institusi, atau manajemen, tugas kita
sebetulnya ada dua, yaitu: meningkatkan kemampuan berinisiatif dan meningkatkan
kemampuan dalam mendapatkan dukungan manajemen atas inisiatif itu. Jika yang
kedua ini belum bisa kita lakukan, akan lebih baik kita berkonsentrasi pada
tugas yang pertama saja.
"Sesuatu yang
tidak bisa kita lakukan secara total, janganlah kita tinggalkan secara total
pula."
Beberapa Panduan
Umum
Kehidupan di tempat kerja itu
memang penuh seni. Bahkan ada juga yang disebut office politic. Namanya juga
politik, pasti ada yang kotor dan ada yang tidak kotor. Semua pihak berharap
agar kita punya inisiatif, tetapi ini tidak berarti kita boleh menafsirkan
bahwa kita bebas berinisiatif. Banyak inisiatif bagus yang tidak mendapatkan
respon atau malah ditolak gara-gara permainan politik atau gara-gara
kepentingan tertentu.
Secara umum, ada beberapa
panduan yang perlu diingat dalam meningkatkan kemampuan berinisiatif di ruang
lingkup organisasi itu. Beberapa panduan itu antara lain:
Pertama,
pertimbangkan biaya (cost)
dan hasil. Ada beberapa pemimpin perusahaan atau kebijakan organisasi yang
memberikan ruang untuk proses belajar (learning process) dengan
"memaafkan" resikonya. Resiko belajar yang paling umum adalah salah,
rugi atau gagal. Tetapi ujung-ujungnya tetap juga ada pertimbangan soal biaya
dan hasil itu. Kenyataan ini mau tidak mau harus kita pahami bahwa setiap
inisiatif yang kita miliki hendaknya jangan sampai menimbulkan kerugian atau
mendapatkan hasil yang tidak sesuai dengan biayanya. Lebih-lebih jika tidak ada
kebijakan organisasi untuk memaafkan resiko proses belajar itu. Ini bisa gawat.
Lain soal kalau inisiatif itu dari awal sudah mendapatkan restu dari manajemen.
Kedua,
membaca aturan manajemen. Aturan manajemen itu
biasanya selalu ada dua, yaitu: aturan yang tertulis dan aturan yang tidak
tertulis. Dua-duanya bila dilanggar bisa mendatangkan resiko. Kenyataan ini
perlu kita pahami bahwa setiap inisiatif yang hendak kita munculkan perlu
disesuaikan dengan kedua aturan itu. Beberapa perusahaan sudah memiliki
kebijakan sendiri untuk mengatasi orang-orang yang punya inisiatif namun kerap
melanggar (namun ini tidak semuanya). Lebih lengkapnya bisa Anda telaah di
bawah ini
INISIATIF
|
KESESUAIAN NILAI, KEBIJAKAN, ATURAN
|
AKSI
|
OK
|
OK
|
Didukung, dikembangkan dan dipertahankan
|
OK
|
Tidak OK
|
Diarahkan / dipertahankan
|
Tidak OK
|
OK
|
Dikembangkan / dipertahankan
|
Tidak OK
|
Tidak OK
|
Diperingatkan / diberhentikan
|
Ketiga,
dahulukan kepentingan organisasi. Ini yang
terpenting. Kalau yang kita dahulukan / utamakan adalah tujuan pribadi,
akibatnya adalah konflik. Ini akibat yang paling kecil. Tapi kalau yang kita dahulukan
adalah kepentingan organisasi, langkah kita akan selamat. Bukan hanya itu.
Mengutamakan kepentingan organisasi akan memudahkan kita mendapatkan dukungan (support)
dari manajemen. Tujuan ini perlu dikomunikasikan, bukan hanya kepada manajemen,
tetapi juga kepada yang lain. Alasannya, selain untuk dukungan,
komunikasi juga akan mengurangi kesalahpahaman. Kita perlu ingat bahwa banyak
kebencian, ketidaksetujuan atau penolakan yang disebabkan kesalahpahaman ini.
Yang paling penting adalah membuktikan. Ketika kita
punya inisiatif, pasti ada sejumlah tanggapan yang nadanya berbeda-beda. Ada
yang mendukung dan ada yang menuduh. Ini harus masuk pada kalkulasi kita. Jika
kita sanggup membuktikan bahwa apa yang kita lakukan ini bukan untuk
kepentingan pribadi, pasti orang lain akan percaya, meski tidak semuanya suka.
Untuk kepentingan pengembangan-diri, mendapatkan kepercayaan itu biasanya jauh
lebih kita butuhkan ketimbang sekedar hanya disukai orang.
Keempat,
pilihlah yang "soft". Ada dua
pilihan untuk mengemukakan ide, gagasan atau inisiatif di hadapan orang lain,
terutama jika jumlahnya banyak. Pilihan yang pertama adalah cara yang "soft":
lembut, mengedepankan orang banyak, bertahap, memahami orang lain lebih dulu,
mempraktekkan seperti cara air mengalir dan seperti watak air yang fleksibel,
menggunakan influence (kekuatan pengaruh), dan seterusnya. Pilihan yang
kedua adalah cara yang "hard": menginginkan perubahan drastis
dan seketika, menggunakan power jabatan atau power lain, menyalahkan yang sudah
ada, membongkar yang sudah ada, meniru watak kayu yang keras, dan seterusnya.
Dua-duanya sah kita gunakan sesuai keadaan tetapi
butuh syarat yang tidak sama. Cara yang hard menuntut syarat yang lebih
banyak dan lebih besar. Kenapa? Cara yang hard lebih sering menimbulkan
penolakan, konflik, kegoncangan, penyerangan, dan lain-lain. Sejauh kita
memiliki power untuk mengatasi itu semua dan keadaannya juga menuntut perubahan
yang cepat, tentu tidak ada masalah. Tapi kalau tidak memiliki, cara yang soft
jauh lebih efektif. Banyak keberhasilan yang diraih para nabi atau para
pemimpin dunia dengan cara yang soft ini. Bahkan menurut Tao, yang soft
ini bisa mengalahkan yang hard.
Kelima,
libatkan orang lain. Jika kita hanya melibatkan
diri sendiri untuk inisiatif yang kita miliki, ini memang sudah bagus.
Tapi akan lebih bagus lagi kalau kita bisa melibatkan orang lain. Pelibatan
orang lain bisa dalam hal pemikiran atau pelaksanaan (terlibat dalam
melaksanakan inisiatif), teamwork, bimbingan, dukungan, kerjasama, dan
lain-lain.
Terlepas dari masalah itu,
satu hal yang perlu kita sadari adalah: orang yang meninggalkan usaha dalam
meningkatkan inisiatifnya di tempat kerja, akan menderita kerugian dalam bentuk
turunya nilai kapasitas "SDM-nya". Ini artinya yang paling rugi,
untuk jangka panjang, adalah kita
Itulah sebagian panduan
berinisiatif dalam organisasi. Meskipun niat kita baik, tetapi untuk
merealisasikan niat yang baik itu terkadang tidak mudah. Dan seperti yang sudah
kita singgung di muka, jika kita belum berhasil memunculkan inisiatif untuk
perbaikan orang banyak atau organisasi, yang tidak boleh kita tinggalkan adalah
memunculkan inisiatif untuk perbaikan diri sendiri yang tidak bertentangan
dengan perusahaan atau yang sejalah dengan harapan perusahaan. Ini jauh lebih
mudah dan bisa kita lakukan kapan saja.
"Jika yang
kita miliki baru gagasan, gagasan itu hanya bisa diterima oleh segelintir
orang, tetapi jika yang kita miliki sudah komitmen, komitmen itu bisa diterima
oleh semua orang."
semoga bermanfaat :’)